Rabu, 27 Februari 2013

Mimpi dalam puisi

Telah sampailah saat
Dikala lita nertemu dalam keadaan darurat
Basah kuyupnya keringat
Tak membelenggu keadaan yang semangat
         Hati saya tak tenang waktu itu
         Susah bingung menjadi satu
         Senyum pahit kau ulurkan tanganmu
         Hanya demi tujuan yang tertentu
Satu periode kemudian
Entah rasanya apa demikian
Terasa gugup pada satu panggilan
Sampailah pesan yang tak bertuan
         Beta buka pesan di balik pintu belakang
         Senyum manis pertanda senang bukan kepalang
         Teringat masa yang terkenang
         Dimana beta harus balas hutang
Satu per satu surat tuan mengadu
Di bilik gerbang Agung melihatmu aku
Siapa nama tuan, Siapa tahu
Hanya dapat membalas pesan tuan dalam batinku
         Pada saat Beta akan membalas surat
         Dimana Beta terhalang oleh adat
         Semua desakan membuat Beta terjerat
         Tak patuh adat berarti menentang kodrat



to be continued...

Puisi tanpa judul


Tiada orang dimana
Tiada orang nan menyapa
Semua hampa
Semua kosong
         Walau ada sekian orang
         Tak satupun orang menyongsong
         Diriku pun sepi sunyi
         Lubuh hati kecil ini ikut terdorong
Mengapa semua orang begitu?
Berjalan entah kemana sambil berlalu
Mengapa diriku begini?
Terbelenggu dikotak kecil nan suram



Aku terbayang...
Dia terbang...
Terbang melayang...
Dia yang selalu kukenang...
         Tak terbayang...
         Dia telah menghilang...
         Dia terlinang...
         Terbaring dipapan keranjang...
Aku melihat dari belakang
Dia terbaring disebelah seberang
Aku terbayang-bayang
Pada asmara kini hanya terkenang




Ditengah keramaian
Kau duduk ditepian
Walau angin membisikan pesan
Dan dirimu tiba dihalauan
         Pada semua pandangan
         Suatu hal yang sangat tenang
         Sesosok bayangan?
         Dari pelita emas kelompok kunang
Dia berjalan melalui rawa
Dalam gulitanya anjangsana
Kering dinginnya hawa
Menggigilnya kaki, berdiri dirawa sana